Kepada apapun, daun tak pernah membenci, sekalipun angin yang telah menjatuhkannya

Daun yang jatuh memang tak pernah membenci angin. Mereka, daun-daun itu, bergerak, mengikuti ke mana angin akan membawanya.

Menolak akan kokoh, daun tak ingin membuat ranting repot. Karena pohon yang rimbun juga tadinya tidak banyak daun. Dan ranting juga tak punya janji apa pada daun. Ia tak bilang akan menolong daun supaya tidak jatuh. Sebab angin, juga tak punya ambisi apa untuk memisahkan daun dari ranting.

Perkara gugur, ada yang diteduhkan olehnya. Ialah tanah. Daun yang gugur selalu bersama. Jatuhnya, tidak selalu di tempat yang sama. Tapi mengapa, siang saat terik bahkan hujan lebat sampai rintik dan daun yang tadinya hijau menjelma cokelat batik, perlakuan tanah kepada daun, selalu bersimpatik?

Tanah tak pernah membenci siapa yang telah menginjaknya. Bahkan kepada daun, perihal eksistensi yang telah tertutupi, ia sama sekali mampu menerima dengan lapang hati.

Mungkin, sebelumnya, saat daun berada untuk merimbunkan segala, sementara ranting berada untuk menguatkan rapuhnya, daun melihat sebuah perasaan di hati tanah, yang lapang, yang tenteram.

Dan mungkin, setelahnya, daun memang tak pernah membenci, akan apapun, tidak hanya angin, yang telah menjatuhkannya.

#menangkapmu #pagi-pagi


(di sekolah, 4 Desember 2020)

Komentar

Postingan Populer