Coretan #4: Menunggu Hujan Itu Membosankan

Kelak hujan akan menjawab beberapa pesan dari seorang kawan, atau menghargai kebosanan beberapa kawannya yang menunggu diberi balasan. Kelak Ia akan kembali memberikan warga bumi rerintik hujan yang basah di antara batang dan dahan. Hujan kini semakin sendu, Ia sulit mempertahankan mendung yang sudah begitu kuyup tak terbendung di pelipis awan.

Dan si Pengagum Hujan kini ikut-ikutan. Ia hampir sama seperti yang dielu-elukan Hujan. Ia kini tidak bisa diajak kembali berujar, memainkan diksi-diksi yang meneteramkan hati pembaca, atau berkelana kata dengan empirisnya yang bersahaja. Pengalaman yang Ia rasakan sekarang seperti lembaran koran yang mengabu-abu. Kini ia pahit dalam manisan prosa. Kasihan Aku melihatnya. Membayangkannya pun Aku tak tega.

Bagi seekor serangga, tak ada tempat yang lebih nyaman melainkan bunga yang merekah, yang kedua adalah rumah. Bagi seorang seperti si Pengagum Hujan, tak ada yang bisa Ia tinggalkan, baginya semua begitu sukar dilepaskan. Kehadirannya mampu menyeduhkan rasa manis yang tidak tertawarkan.

Aku berbicara seperti ini, seakan-akan Aku mengetahui banyak tentang dirimu. Seakan-akan Aku adalah manusia yang diberikan beberapa masa untuk mengintai gerak-gerik dan tutur sahajamu yang kadang ngelantur. Beberapa tahun lalu bukan waktu yang lama untuk memahamimu. Bahkan hujan yang hadirnya sudah ratusan tahun malah masih disalah-artikan oleh manusia. Sedikit hanya yang mengerti Hujan, di antaranya kamu.

Di antara mereka yang menjadi pengagum hujan, kamu lah yang lebih mengagumkan untuk Aku kagumi. Salah satunya berbunyi: jika kehadiran hujan dipandang sebagai objek yang dikagumkan oleh beberapa penggemar, kamu dan hujan justru bergandengan tangan. Walhasil, jangan salahkan Aku bila benar demikian.

Pulanglah, banyak yang merindukanmu. Kembalilah, banyak yang menginginkanmu pulang. Sudah sepatutnya kamu mengerti bahwa manusia juga bisa merasa kehilangan. Dan kehilangan sosok seperti dirimu bukan termasuk dalam kategori kebahagiaan. Karena hal itu akan sangat menyakitkan, maka datanglah. Mereka akan membukakan pintu seluas-luasnya kepada penghuni lama yang dirindu.

Menempatkan diri menjadi bagian yang berharga dalam lipatan kain kehidupan dari salah seorang pengagum Hujan sepertimu memang mengesankan. Tidak juga, padahal, aslinya rumit. Atau lebih banyak kesia-siaan yang terkandung di dalamnya. Namun, banyak di antara kesia-siaan ini yang Aku rasa itu mengasyikan. Seperti saat kalian diminta untuk menghabiskan sayuran pare tanpa lumuran saus kacang. Pahit, namun berkhasiat bagi kesehatan badan. Nah seperti itu, mungkin, sebuah perandaiannya.

Sebagaimana kisah-kisahmu itu begitu lugu namun menantang, begitu sendu namun sesekali riang. Dan memang mesti kuakui, kamu tuh jelmaan Hujan. Yang kehadirannya tetiba deras namun sebentar, sesekali rerintikan namun membuat waktu menjadi melar. Itulah hujan, kamu bersisian.

Dan sedikit agak memalukan jika harus berkata demikian, benar-benar malu jika harus dilontarkan barang sepenggal. Bagaimana ya, baiklah. Hal ini sepertinya bakal kusimpan dulu rapat-rapat. Sehingga di antara kalian atau mereka yang membaca bisa melihatnya lamat-lamat.

Komentar

Postingan Populer