Coretan #1: Proyeksi Seorang Teman
Kantung mata ini bisa kusebut menjadi kekuatan terakhirku, kala hujan tak lagi mampu menutupi ingatan manis tentangmu, Ia, si Pengagum hujan.
Entah kebetulan atau kebenaran yang dapat dibetulkan musababnya, tatkala Aku menuliskan tentang dirimu, perasaan ini kalut tak teredam. Seperti dihantui awan gelap yang sedang tersenyum, macam hujan. Bagiku itu aneh. Sama sepertimu, aneh.
Tidak, tidak. Sebenarnya Aku juga baru kali ini kepikiran kamu, lagi. Bahkan kopi pahit yang panas pun bisa segera kukuyup barang sekejap. Namun, kenapa kamu tidak pernah barang sekejap menghilang dari ingatanku. Kamu itu apa?
Kita tahu hujan, kita tahu bahwa seberapa tidak bertanggung jawabnya hujan membiarkan orang-orang menari dibawahnya, di mana orang-orang ini juga tidak memahami hujan, sebagaimana mereka paham untuk apa menari-nari.
Di kala Aku menjelma awan. Aku tahu tentang caramu melukiskan apa yang kamu rasakan ke dalam lembaran prosa ajaibmu. Pena dan kertas, jempol dan gawai, menjadi saudarimu jika sudah begitu. Kamu itu unik membicarakan kata, memainkannya seperti sedang berada di taman hiburan. Aku rasa, alih wahanamu kepada hujan adalah tulisan.
Jika hujan sedang tidak enak badan, sulit sekali untuk berkeringat, kamu tahu bagaimana merayu mendung untuk tetap bertahan. Dan pena menjadi bulan-bulananmu untuk tetap melagu dalam bait dan rima. Jika puisi adalah obat terbaik bagi hujan untuk kembali menyenyam elegi orang, kamu termasuk di antara 5 besar. Kamu ahlinya.
Tapi untuk urusan hati. Kamu itu bisa menjadi sepahit-pahitnya kopi. Padahal banyak yang membicarakanmu, mengagumimu. Dalam radar Pria Pengincar Hujan, beberapa dari lawan jenismu itu sedang ada dalam posisi tidak aman. Sebab kamu adalah hujan: kamu bisa menetralkan suhu aspal jalan, kamu bisa menyegarkan tanaman dan pepohonan, kamu bisa membuat orang merindukanmu, bahkan memintamu untuk tidak kembali datang. Itulah kamu, si Hujan yang tidak bertanggung jawab. Kamu tidak memilih mengurusi mereka. Kamu hanya pasrah. Kebenaran hati yang diucapkan oleh kebanyakan orang dengan sebutan 'cinta', bisa segera ditepis olehmu dengan tutur kata, "kita adalah teman yang baik, ya."
Ada benarnya juga, mendeskripsikan kamu adalah hujan. Kamu tidak pernah sendiri. Kehadiranmu membawa keramaian bagi hati teman-temanmu. Mungkin, jika banyak orang yang merindukanmu, menunggu kedatangan, atau menjemputmu dalam kesepian, aku memilih untuk membencimu dengan alasan yang lain. Alasan yang nanti akan kuceritakan pada halaman selanjutnya. Sampai jumpa.
-si bibliophile amatir
Komentar
Posting Komentar