Bapak Penjaga Warung Sampe Subuh



Suatu malam. Malam itu dihari Minggu. Seperti biasanya. Saya bersama kedua teman saya janjian di warkop Cumlaude - UI . Warkop yang recomended banget buat nugas, ngobrol, ngorolin tugas, dan akhirnya ga kelar tuh tugas. (Oke abaikan).
Ada yang menarik disaat itu. Bukan karena tempatnya yang memang menarik. Tempat yang menyediakan berbagai makanan dan minuman non-mengenyangkan dan ekonomis mengundang ke-kepoan saya akan sekitarnya. Tepat di pukul 23.06 malam saya keluar mencari warung yang masih buka. Dan ketemu. Lalu dari sini, alasan saya menulis tulisan ini.

Berakhir pada pernyataan: "sebenarnya mas, udah ga bakalan bisa Jakarta itu di benerin kecuali adanya kesadaran yang tumbuh dari dalam diri untuk menyesali perbuatan"

Ketika itu saya cuma pengen beli air mineral dingin dan kopi sashet-an buat dirumah. Karena saya tahu, di dekat rumah saya warung sudah pada tutup.
"Pak ,berapa?" tanya saya.
"Kopinya 3 ya? Semuanya jadi 5ribu", kata si bapak.
(Ngerogoh saku)
"Ini pak"
"Ini dek kembaliannya" memberikan uang 5ribu.
"Terimakasih pak. Oia pak, buka 24 jam ya pak?"
"Oh enggak dek, cuman sampe Subuh aja"
Dan dari situ, obrolan serius santai kami dimulai. Ga lama. Hanya 10 menit. Tapi disitu saya mengerti dan jadi belajar.

Saya jadi tau. Contohnya gini, ga semua tukang bangunan mengerti dan bisa membuat rancangan bangunan yang sesuai kemauannya. Menghitung berapa banyak sak semen dan volume air yang harus dicampurkan sehingga membuat suatu pondasi bangunan yang kokoh. Menghitung berapa anggaran pengeluaran tak terduganya. Mengurus surat IMB dan segala macam administrasinya. Maka dari itu mengapa arsitek dan tukang bangunan berbeda.

Tapi sebaliknya, ga semua hal yang dirasakan dan dialami tukang bangunan itu dimengerti dan dipahami juga oleh seorang arsitek. Malah, bisa saja tukang bangunan lebih pandai mengaduk dan mengola campuran semen dan air. Karena, pengalaman lah yang mengajarkan akan hal itu. Berbeda dengan seorang arsitek.

Kembali lagi ke penjaga warung itu. Saya diajarkan olehnya perihal kenaikan harga-harga saat ini. Mulai dari sembako, bbm, listrik, bahkan biaya mengurus stnk, tnkb dan bpkb menjadi naik 2 sampai 3 kali lipat. Bapak ini tidak memberikan data-data atau UU yang menegakkan itu. Sama sekali tidak. Bapak ini cuman bilang, "mas. Kalau Jakarta engga macet, pasti harga-harga ga naik"

Emang kalau dipikir pikir ga ada nyambungnya. Tp saya iyakan karena pernyataannya yang terakhir bilang "Sekarang ini, yang punya duit udah gabisa disalahin. Udah banyak kendaraan, banjir dimana mana udah gabisa lagi nyalahin orang orang itu. Mau buat jalur non-tol, jalan layang itu tetep gabisa buat mereka sadar. Soalnya, yang cuman bikin Jakarta ini lebih baik adalah penyesalan. Di waktu malam pas mereka mau tidur, orang punya duit ini nyesel kenapa ya saya beli banyak mobil tapi akhirnya malah bikin macet aja. Kenapa ya saya punya perusahaan tapi ga ada sama sekali yang tujuan untuk mensejahterakan pegawai dan pelanggan saya. Jadinya, banyak yang saya PHK, pengangguran dimana mana, tingkat kriminalisasi tinggi, angka putus sekolah meningkat dan akhirnya mau tak mau pemerintah menaikkan harga-harga, menutup jalur subsidi, hanya untuk menambah pemasukan negara padahal itu sbenernya cuman buat nutupin utang negara. Harusnya saya sebagai yang punya duit setidaknya bisa mensejahterakan rakyat kecil yang nasibnya lebih menyakitkan dari saya. Harusnya ya mas, mereka ini punya penyesalan dan kesadaran seperti itu. Kalau manusia mah sudah pasti begitu, mas juga kan?"

(Saya hanya tersenyum, dan menganggukkan kepala tanda mengerti)
"Iya pak, yaudah ya pak saya ke warkop lagi. Oia pak, KTP nya apa pak, DKI?"
"Iya mas"
"Wah enak deh bisa nyoblos. Saya Depok Pak. Gatau calonnya siapa hehe. Semoga pilihan bapak nanti adalah orang sadar bobroknya JAKARTA ya pak. Hehe"
(Dan si bapak malah ketawa)
Bersambung..
karena nanti mau kesitu lagi hehe~

(Curhatan Kecil dari saya, Mahasiswa UNJ)

Komentar

Postingan Populer