Bab Kosong: Subuh-Subuh

TERNYATA ENGGA SULIT, ya, sekadar nyuekin kantuk di hari pertama kemarin.
.
"Ah, kau mungkin terlalu bersemangat."
.
Abis, mau gimana lagi. Di bulan yang penuh rahmat, masa iya engga ada greget-gregetnya amat, hehe, dan mohon maap yah, kalau lebayku ini berlamat-lamat. :p
.
.
Di suatu fajar, ketika kokokan ayam beradu dengan ricik air yang basah di pelipis wajah, ketika di udara masih bersih tanpa polusi dan cahaya hanya terlihat dari dalam tempat ibadah, apalagi yang kau tunggu selain berkenalan dengan kebaikan. Apalagi jika kondisimu sebaik-baiknya keadaan. Tidak ada alasan lain untuk kembali bermunajat pada-Nya.

Karena sungguh, sudah lama aku tidak merasakan hal seperti ini. Sungguh aku amatlah jauh, seperti anakan sungai yang mengalir di tengah ibukota: keruh.

Kedua mata masih kujaga sebisa mungkin. Aku tidak ingin melewatkan apa yang telah dimulai: terjaga sahur, lantas subuhan, dan terus terjaga sampai matahari terbenam. Apalagi kau bisa beribadah seharian, di mana yang kau lihat seketika semuanya menjadi rindang. Sementara di hati mengalahkan apa yang kau pandang: Ya Rabb.

Kala itu aku takjub. Melihat jamaah sholat Subuh di masjid depan gang macam jamaah sholat Jumat. MasyaAllah. Ketakjubanku ini masih santer, melihat keramaian orang-orang, dari berbagai kalangan memadati sudut-sudut masjid. Sampai tidak sadar kalau ternyata aku sangat jauh tertinggal, di belakang. Iya, aku berada di shaf paling akhir. Melihat pundak-pundak tegap yang begitu rapat, seakan tidak menyisakan tempat bagi setan untuk menggoda hatinya sedemikan erat.

Nikmat mana lagi yang bisa kau dustakan, jika sampai sekarang jantungmu masih bisa berdetak, mata dan hatimu masih dijaga sama Allah untuk tidak malas beribadah ke masjid, subuh-subuh. Kamu masih diberi kesempatan untuk menjemput kebaikan. Tidaklah ada jawab yang pantas selain menunaikan syukur kepada pemilik semesta.
.
"Ya Rabb, hamba rindu."

#menangkapmu
#30haribersyukur
#subuh-subuh

Komentar

Postingan Populer