Essay tulisan dengan Tema : Apa Yang Bisa Saya Lakukan Untuk Negeri

MENGABDI DI NEGERI PELANGI


Pendahuluan

Pada dasarnya perkembangan manusia dapat terjadi secara signifikan. Terlihat dari bagaimana perkembangan yang berlangsung antara manusia dengan semesta.  Perubahan inilah yang menjadikan manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya sehingga dapat diterima disekitarnya. Proses interaksi yang terjadi dalam siklus kehidupan umat manusia mengubah pola pemikiran mereka menjadi lebih hidup dan dinamis. Sebagaimana sosial humaniora melekat di diri kita. Sebagaimana kondisi ini membuat manusia dapat hidup lebih lama dengan bantuan manusia lain disekelilingnya.

Seiring dengan perkembangan zaman di belahan benua Asia bagian Tenggara. Indonesia pada kisaran tahun 2012-2017 ini mendukung terjadinya fenomena "bonus demografi" yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020-2030 mendatang. Data dari BKKBN menyatakan bahwa kepadatan penduduk pada angka usia produktif meningkat menjadi 70% (usia 15 sampai 64 tahun) disamping usia tidak produktif yang hanya 30% (usia 14 tahun kebawah dan usia 65 tahun ke atas). Kendatipun demikian, mereka harus mampu bersaing dalam kancah global saat ini yang kita kenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal ini yang membuat persiapan dalam bidang pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah saat ini.

Seyogyanya pemerintah sudah menyiapkan lulusan-lulusan dari Perguruan Tinggi untuk bisa bersanding dengan warga asing yang masuk ke Indonesia. Dikarenakan beberapa dari mereka nantinya akan bekerja di perusahaan-perusahaan ataupun instansi pemerintahan. Akan menjadi positif bila hal yang diinginkan dari tujuan pendidikan untuk menciptakan generasi yang cerdas dan mampu berguna bagi nusa dan bangsa itu terealisasikan.

Namun,  melihat bahwa masih banyak kalangan masyarakat terdidik ketika lulus dari Perguruan Tinggi belum mampu merealisasikan mimpi yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional. Masih banyak diantara mereka menjadi tidak produktif ketika lulus ketimbang saat di bangku kuliah. Hal ini menyebabkan pengangguran terdidik menjadi merajalela dan membawa mimpi buruk bagi bangsa ini.

Lalu, bagaimana dengan masyarakat non-terdidik? Yang memang dari awal dengan berbagai macam latar belakang sudah tidak dapat mengenyam pendidikan di sekolah dan Perguruan Tinggi manapun. Hal ini yang malah berdampak lebih besar jika tidak ada solusi konkrit dari pemerintah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Jika tidak ada uluran tangan dari para relawan sosial yang peduli dengan keadaan mereka. Maka jika hal ini dibiarkan, putaran roda peradaban bangsa akan kembali pada zaman pasca perang dunia I, "the lost generation" .

Berangkat dari kegelisahan yang serta-merta dirasakan banyak umat manusia,  maka hadirnya tulisan ini semoga akan memberikan "private room" kepada kita agar merenungkan semua kejadian yang kita alami sebagai bentuk resolusi kita kedepannya. Terutama peranan kita sebagai makhluk Tuhan yang senantiasa mempunyai pemikiran positif dan optimis dalam berusaha menjadi lebih bermanfaat bagi diri pribadi, keluarga,  masyarakat dan negara.



Isi

Hasan al-Banna mengatakan: “Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya”.
Bung karno pernah berkata: “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru! Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia. "

Pemuda. Termasuk saya sebagai penulis muda yang bercita cita tinggi ini saja merasa tersindir akan kalimat-kalimat inspiratif dari kedua tokoh di atas. Di umur yang sudah berkepala lebih dari satu ini, masih belum bisa memainkan "irama rahasia" yang disampaikan oleh Hasan Al banna, sampai bahkan untuk mengguncang dunia seperti yang Bung Karno janjikan saja belum sanggup. Namun,  menariknya adalah banyak serentetan para tokoh nasionalis kita yang mempertaruhkan kejayaan bangsa kepada para pemuda.

Sebagai pemuda di zaman pasca reformasi ini, penulis merasakan dilema yang berkepanjangan. Pasalnya, banyak hal-hal baru yang lahir dari benua seberang untuk menjajaki tanah Nusantara. Budaya, agama, ekonomi, sosial,  politik, hukum, dan HAM sudah menjadi bahan ujicoba besar-besaran sebagai "project global" yang tak bisa terelakkan. Maka jika tidak ada yang menyadari ini,  punahlah pemahaman kita akan "atlantis"-nya Indonesia (katanya).

Anak muda. Pemuda. Sama saja. Sama sama mempunyai kunci kesempatan yang akan melahirkan suatu peradaban besar. Indonesia, adalah negara yang mempunyai sumber daya potensial terbesar di dunia. Jika ini mampu dimanfaatkan dengan baik dan bijak maka tatanan hidup masyarakat akan sejahtera. Indonesia akan menjadi negara yang ditakuti oleh bangsa lain. Oleh negara di benua seberang sana,  bahkan negara adidaya sekalipun.

Melirik 180 derajat ke belakang, membuat hati ini miris akan realita. Seperti mirisnya hati mempertahankan sisa-sisa hidup yang tak ada gunanya. Setahun,  sebulan, seminggu, sehari, berjam-jam, semenit bahkan sedetik kita hidup pun masih belum bisa menjadi manusia yang bermanfaat. Masih banyak kelalaian kita yang diciptakan secara tidak sadar oleh perilaku kita,  dan akhirnya menjadi kebiasaan lahiriyah. Parahnya,  kita tidak ada yang menyadari bahwa kita lalai. Ada pun yang sadar,  tapi tak mengakui kalau diri ini berbuat kesalahan besar. Ironisnya, hal ini membudaya dalam keseharian kita.

Banyak diantara permasalahan yang hadir bersumber dari diri pribadi. Kok bisa? Jelas bisa. Tanpa sadar kita menjadi mahkluk acuh tak acuh. Tidak hanya acuh, bahkan kita sebenarnya aktif. Aktif bermain curang maksudnya. Kita disekolahkan untuk mencontek. Ketika dirumah,  kita menjadikan telinga ini "budeg" untuk merespon panggilan orangtua kita. Di lingkungan sekitar,  kita menjadi mahkluk paling menyendiri. Dikerjaan, kita menjadi budaknya uang dan jabatan. Di pemerintahan pun seakan-akan kita (pemerintah) lah yang dibutuhkan rakyat, padahal sebaliknya. Kalian digaji oleh rakyat. Di UUD 1945 pun dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Masih mempertanyakan kok bisa ini salah kita? Coba kita berkaca.

Padahal kita tidak ada apa-apanya sama mereka yang merelakan kenyamanannya hanya untuk membantu sesama. Berbagi sedih ataupun duka. Merelakan kenyamanannya dari tiduran dikasur kemudian bangun untuk beribadah ke tempat peribadatan.  Merelakan kenyamannya untuk memikirkan kemajuan bangsa, bukan malah membuat strategi "apik" agar rakyat tak tahu "skenario" nya. Dan merelakan hidupnya hanya untuk setidaknya tahu mati. Itu saja sudah cukup.

Sebagai pemuda yang berdedikasi. Penulis menyesali apa yang sudah terjadi dan berencana untuk bangun dari tidur panjang dan kemudian memulai dari hal yang kecil. Apa yang harus dilakukan?  Bergeraklah dari diri sendiri. Mencoba meyakinkan hati dan pikiran ini bahwa tak ada yang tidak mungkin.

Jika sistem yang akan menguasai dunia sudah berjalan dengan bangganya, apakah kita akan diam saja? Apakah kita akan melihat kebobrokan bangsa ini dengan mata telanjang atau malah memakai kacamata? Atau kita malah mendukung sistem ini dengan berpartisipasi di dalamnya? Setidaknya kita ikut aktif menghancurkan bangsa ini.

Dan setidaknya hal itu tidak akan terjadi jika selagi kita punya "iman". Maksudnya apa? Kita punya keyakinan yang terpatri di dalam hati.  Yang hanya pribadi kita dengan Tuhan lah yang tahu. Sudah semestinya kita meyakini bahwa diri kita mampu untuk berubah. Apa yang harus saya lakukan sebagai pemuda? Apa yang saya bisa berikan kepada bangsa?

Jika kesempatan mengizinkan saya untuk berubah dan membayar semua kesalahan-kesalahan yang (akhirnya) saya sadari ini dengan melakukan perbuatan-perbuatan kecil tapi dari hati,  izinkan saya Mengabdi di Negeri Pelangi.

Negeri dengan mayoritas orangnya selalu tersenyum ketika disapa. Yang cuman di Negeri ini mempunyai puluhan musim terbanyak di dunia. Negeri dengan suku terbanyak di dunia, begitupula dengan adat dan tradisinya. Yang dimana tukang parkir persimpangan menjadi pahlawan tanpa tanda jasa dalam kemacetan tiap pulang kerja.  Negeri yang orang asli daerahnya menganggap perjalanan jauh bukan jadi masalah ketika mereka ditanya oleh para tamu pendatang dari luar "desa Sukamakmur masih jauh pak?" dan hanya di Negeri ini "Pelangi" bukan hanya menghias kaca-kaca jendela bumi,  namun bisa menjadi selimut yang menghangatkan dan memberikan warna-warni kebahagiaan pada setiap manusia, tanpa terkecuali. Dan sebuah Pelangi akan hadir dari pantulan mentari mengenai rias wajah anak-anak suci yang tersenyum asri.



Penutup

Saya, beserta kalian semua merasa amat sangat bersyukur bisa berada ditengah-tengah mereka. Suatu kebanggaan bagi kita dalam memberikan banyak kebahagiaan yang kita punya kepada para generasi penerus dan sebelumnya. Dengan berfokus pada pendidikan yang abadi. Memberikan makna pembelajaran seumur hidup bagi mereka sehingga mereka bisa seumur hidup merasakan kebahagiaan yang dicita-citakan. Dan itu hebat.

Lalu sedikit demi sedikit mencoba menggoreskan tinta pada lembar sejarah peradaban bangsa,  bahwa "the lost generation" tetap pada zaman pasca PD I,  lalu mengubahnya menjadi  "the golden generation"  sebagai batas awal untuk memulai kembali lembar peradaban bangsa yang baru. Dengan kota kotanya yang indah, tanah yang subur , masyarakat yang makmur,  pemerintahannya yang teratur, serta kemajuan teknologi yang tinggi seperti layaknya negeri-negeri khayalan yang dikisahkan oleh Plato kepada anak-anak didiknya sebagai "benua yang hilang".  The Atlantis. Tapi yang dimaksudkan itu bukan Indonesia. Indonesia bukan Atlantis. Indonesia ada karena kita. Kita ada untuk Indonesia. Jadi, percayalah pada potensi diri, kembangkan dan sebarkanlah ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Karena sejatinya, Pemuda punya cita dan rasa. Punya cinta dan selera. (Alvyn Naufal : 2017)


Komentar

Postingan Populer