Coretan #5: Hari Pertama, Tidak Untuk Kali Pertama

Pada beberapa hari yang lalu, tercipta wacana mau menuliskan kisah tentang sebuah petualangan, tentang sebuah kepulangan, tentang kerinduan akan suatu tempat dan tentang sebuah ingatan yang bersemayam.





Sabtu, 9 Juni kemarin. Keluarga Khamisan Syamhuri menjadi kalang kabut sendiri. Kerinduan akan sebuah rumah di pesisir Pantai Utara (Pantura) yang bakal segera digugurkan menjadi penyulut keributan pada malam itu. Beruntung, pada malam sebelumnya, Aku diberikan kesempatan-berupa sedikit uang-untuk membeli pakaian lebaran. Kebutuhanku bukan terpusat pada baju dan koko, melainkan tas dan celana panjang yang banyak kantung di setiap sisinya. Kenapa tas? Setidaknya cukup untuk memuat pakaian yang akan kubawa dalam perjalanan, juga beberapa buku yang menemani kejemuanku di jalan. Karena memang Aku tidak ada tas yang bisa begitu. Terlebih lagi, memang sengaja membeli tas itu untuk kebutuhan Tengah Baca. Sebab di sekret kami, tas-tas yang membawa tumpukan buku untuk berlabuh di halaman UNJ masih kurang besar. Maka dari itu, semoga tas ini bisa memudahkan kami untuk berlayar menebar virus-virus literasi pada kampus tercinta, dan pada masyarakatnya.

Kembali kepada hari H keberangkatan keluarga Khamisan Syamhuri. Rencananya kami berangkat pulang itu tatkala fajar. Sehabis sahur rencananya. Namun, walhasil, supir yang diminta untuk mengendarai mobil kakek itu datang rada siangan, pukul 06.30. Baiklah-baiklah. Pada waktu demikian itu, mulailah berkelana pulang.

Di dalam perjalanan tidak banyak kerumunan kendaraan, terutama motor, tidak begitu banyak beredar di jalan utama. Padahal diberitakan kalau hari Sabtu adalah puncak kepadatan lalu lintas mudik lebaran. Yah! Akan tetapi prediksi memang hanyalah prediksi. Kenyataannya, di sentra jalan Ibukota dan semenanjung jalan tol Cikampek tidak begitu padat. Sesekali merayap, tapi tidak berlangsung lama.

Enaknya mudik di tahun ini adalah fasilitas yang diberikan oleh Dinas Perhubungan. Jalan tol kini telah disulap menjadi tempat hiburan metropolitan. Banyak sekali jajanan, ada KFC, CFC, McD, Solaria, dan sedulur-dulurnya, serta toko-toko perbelanjaan. Belum sampai di kampung halaman sudah ada oleh-oleh yang dijual. Unik bukan. Jalan tol pun kini tidak terbatas sampai Cikampek saja. Jalan tol kekinian ini sudah terintegrasi sampai ke daerah-daerah jauh. Terutama jalan utama Pantura.

Tol yang keluargaku lalui ini menghubungkan Cikampek-Kendal. Yang mana membuat perjalanan kami lebih-agak-sedikit cepat ke kampung halaman. Terbukti! Tidak sampai belasan jam kami tiba di Semarang. Walau di dalam perjalanan, tidak jarang pula kami rehat sebentar. Bukan berarti kami ingin berletih-letih ria, melainkan supir kami yang seseringan terkantuk-kantuk bangga. Tidak apa-apa, selama kami bisa tiba di tujuan dengan selamat, silakan. Itu sesuai dengan visi keluargaku: jalan lambat asal selamat. Yap! Semarang! Persinggahan pertama di kampung halaman. Kota tempat nenekku dilahirkan.

Pukul 21.30 WIB kami tiba dengan selamat. Sehat wal afiat. Walaupun letih telah menyelimuti dan menemani kami selama perjalanan. Tetiba di rumah sodara kami, adik dari nenekku, Mbah Is, kamipun numpang beristirahat. Seperti biasa, setiap kali kami akan berpulang, rumah Mbah Is-lah yang menjadi peristirahatan pertama. Sepi, sunyi, senyap, itulah yang menemani kami tuk segera terlelap. Sebab keesokan harinya, tepat dikala fajar, tujuan kami berikutnya adalah Rembang, kota kecil yang memiliki mutiara yang terpendam. Di mana metropolitan adalah mimpi-mimpi anak para nelayan tatkala dikalap malam, di mana ketika terbangun yang ada hanyalah hingar bingar kunang-kunang fajar, dan terompet bis-bis besar.

Itulah yang akan kuceritakan pada coretanku selanjutnya.

Hai! Apa kabar Rembang? Apa kabar handai taulan?

Komentar

Postingan Populer