Kembali Kemuning (Bagian 1)

Di tepian bibirnya ada kata yang sulit terucap. Ditunggunya sebuah kesempatan dari satu kejadian yang ingin dipendam-padamkan, kepada ranting dan dedauan atau semak-semak di belukar.

Ia Kemuning. Wanita dewasa yang tengah duduk menatap dalam kejauhan. Dihadapannya terekam pemandangan bersahaja. Pepohonan pinus berjajar gagah menjulang, yang anginnya sepoi-sepoi membawa kabut musim penghujan, yang bersamaan dengannya terdengar kicauan kutilang menggoda, mengajak hatinya agar mau bercerita.

Suaranya tertatih menahan pedih. Kekecewaan yang dialami tempo hari lalu membuatnya tidak mampu membendung kuyup di matanya, yang kini telah hanyut di jendela bibir. Tak bisa dikendalikan.

Tangannya mencengkeram. Memeluk badan-badan gelas. Manisnya teh panas tak mempan mengobati lukanya yang na'as. Tanpa disadari bulir airmatanya pun jatuh menetes di bibir gelas, terbagi. Beberapa bulir jatuh membasahi telapak tangan, sebagiannya lagi mengalir membaur bersama manisnya teh yang mulai hangat. Kemuning tak henti-hentinya menangis. Memilukan.

Matanya sembab, pipinya lembab, pikirannya mengangkasa membawa sebab. Sudah lama Kemuning tidak merasakan hal itu. Hal yang membuat perasaannya pernah basah, yang membuat genangan besar membentang menenggelamkan, lalu perlahan mewabah kembali.

Jauh sebelum Kemuning mendapat gelar sarjana pada masa kecilnya. Saat masih lugu-lugunya di bangku sekolah. Masa-masa indah yang ia habiskan bersama teman sebaya. Bersenda-gurau. Mulai mencoba aneka resep masakan, kemudian ia hidangkan secara cakap dan terampil. Juru masak cilik disandangnya kala itu. Saat suntuk menjelma, sungkan ia menolak ajakan jalan menjajal tempat-tempat perbelanjaan. Menyukai lawan jenis atau memiliki perasaan suka pada cowok yang sama dengan teman sebangku sudah menjadi bagian dalam hari-harinya yang bernuansa merah muda. Merindukan.

Kemuning kembali kepada kejadian kemarin. Diingatnya lagi luka-luka yang pernah ia jaga bekasnya, yang kini perlahan mulai menganga. Begitu getirnya ia mendengar kabar, sampai melihatnya dengan mata kepalanya sendiri di layar monitor. Perbincangan romantis anak muda yang tak lagi muda, yang tidak sadar bahwa itu melebihi batasnya. Padahal Kemuning masih mengingatnya, pada beberapa minggu yang lalu. Luka yang belum begitu sembuh. Luka yang pernah didapatinya ketika memutuskan hubungan dengan mantan pacarnya, begitu juga luka sakit di giginya yang sampai-sampai harus dioperasi.

Dikemas dalam ransel merah muda miliknya, kekecewaan yang berujung sebuah pelarian satu hari..

(to be continue)

Komentar

Postingan Populer